advertisements
advertisements
Gambar Bergantian

Hanya Al-Qur’an yang Bisa Mengatasi Krisis Dunia

advertisements

Oleh : Nuim HidayatDirektur Forum Studi Sosial Politik.

Dunia saat ini sedang menghadapi krisis. Mulai dari krisis energi, oksigen, tanaman, pergaulan bebas dan lain-lain.

Barat atau Timur yang diharap menyelesaikan maalah itu, ternyata tidak mampu. Barat atau Timur sendiri kini juga sedang mengalami krisis di negaranya. Keduanya mengalami krisis pergaulan bebas, maraknya perzinahan, minuman keras, narkoba, LGBT dan lain-lain.

Mereka kebingungan. Anak-anak mereka berumur 14 tahun sudah berzina. Minuman keras terus ditenggak, meski mereka tahu akibatnya buruk. Pengguna narkoba dimana-mana. Perkawinan sejenis banyak terjadi, bahkan ada gereja yang mengesahkannya.

Anak-anak muda yang diharap menjadi pemimpin di masa depan, ternyata banyak yang malas. Banyak yang terlena dengan game, perzinahan dan minuman keras. Lesbian, Gay, Biseksual dan ‘Transgender’ marak di kalangan mereka. Anak-anak itu tidak bisa mengurus dirinya sendiri, apalagi untuk mengurus orang lain.

Masalah kemiskinan juga sampai sekarang tidak bisa diatasi oleh Amerika yang katanya sebagai polisi dunia. Begitu juga perang terus berkecamuk, padahal perang merugikan diri mereka sendiri. Baik yang melancarkan peperangan maupun yang diperangi.

Dunia kini memerlukan sebuah pedoman. Sebuah ‘kitab suci’ yang bisa mengatasi krisis yang terjadi pada manusia. Pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin, Imam Hasan al Bana menyatakan, ”Al-Qur’an mengemukakan unsur materi dan tanah serta unsur ruh dalam komposisi diri manusia serta tentang hubungannya dengan makhluk-makhluk lain. Al-Qur’an menyeru manusia agar meningkatkan kualitas ruh yang ada pada dirinya dengan amal shalih, membersihkannya dengan makrifat kepada Allah SWT dan menyucikannya dengan mengarahkan pada kebaikan.”

Hasan al Bana juga menyatakan bahwa meski Al-Qur’an banyak berbicara tentang biologi, astronomi dan lain-lain, tapi Al-Qur’an bukan buku astronomi, botani atau zoologi.

“Tetapi Al-Qur’an mengemukakannya lantaran ia merupakan bukti-bukti kekuasaan Allah, tanda-tanda penciptaanNya yang sempurna dan bijaksana, serta indikasi-indikasi dari tindakan Allah yang luar biasa. Al-Qur’anul Karim mengemukakannya agar menjadi pelita yang menerangi manusia untuk mengenal Allah,”terang al Bana.

Tokoh besar Islam ini melanjutkan, ”Akal manusia itu senantiasa berkembang dan maju secara bertahap. Karena itu akal harus diberi ‘kebebasan’ supaya mengenal sendiri benda-benda dan bentuk-bentuknya, sesuai dengan tingkat perkembangan dan kesempurnaan akal itu sendiri. Semakin sempurna akal manusia, maka ia semakin mampu menyingkap hal-hal yang musykil dan sulit dipahami…Saya juga telah menjelaskan bahwa keterangan Al-Qur’an mengenai benda-benda ini tidak bertentangan sedikitpun dengan fakta-fakta ilmiah yang benar, baik mengenai awal penciptaannya, fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya, atau akhir kehidupan di alam semesta ini. Ini merupakan bukti nyata bahwa kitab ini berasal dari sisi Allah SWT. “Kalau sekiranya Al-Qur’an ini bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. an Nisaa’ 82)

Hasan al Bana melanjutkan, ”Wahai akhi, Al-Qur’an telah mengemukakan perkara-perkara khusus yang berkenaan dengan alam metafisika ini. Lantas, bagaimana sikap ilmu pengetahuan yang bersifat materi terhadapnya? Yang terjadi telah datang beberapa masa kebangkitan umat manusia dalam kurun-kurun yang lalu, namun mereka mengingkari sama sekali adanya alam metafisika itu. Mereka tidak percaya kepada ruh, malaikat, jin dan al Malaul A’la. Mereka menggambarkan kehidupan itu seperti alat mekanik. Mereka menggambarkan makan ibarat bahan bakar, darah ibarat uap. Mereka mengatakan yang terjadi hanyalah Rahim yang melahirkan dan bumi yang menelan, dan kita tidak dibinasakan oleh apapun selain masa. “Dan mereka berkata, Kehidupan kita hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” (QS. al Jaatsiyah 24)

Tokoh Ikhwanul Muslimin ini melanjutkan, ”Perdebatan mengenai ini banyak terjadi di Eropa pada abad ke 18, pada awal-awal terjadinya revolusi industri yang dibarengi dengan berkembangnya berbagai pemikiran materialisme. Tetapi aliran pemikiran ini berangsur melemah, karena pandangan-pandangannya banyak yang salah dan karenanya tidak dapat dipertahankan. Mereka segera berfikir dan menyadari bahwa mereka dihadapan fenomena-fenomena baru yang sama sekali bukan merupan fenomena-fenomena materi. Salah satu dari buah penelitian yang mereka peroleh adalah ‘kesadaran’.

Mereka mulai berbicara tentang fenomena-fenomena non materi. Di Universitas Birmingham, pada bulan Juli 1927, mata kuliah tentang psikologi ditetapkan sebagai mata kuliah dasar di perguruan tinggi tersebut. Mereka mulai mengatakan, ”Benar, dunia ini terbagi menjadi dua, yaitu dunia fisik dan dunia metafisik. Kita memang telah berhasil meraih banyak kemajuan di lingkungan alam fisik dan kita telah berhasil memanfaatkan banyak potensinya dan di hadapan kita masih terbuka banyak pekerjaan yang berat. Namun kita mengetahui bahwa kita baru mencapai bagian awalnya, baru melangkahkan beberapa langkah untuk memahaminya.

Tetapi wahai akhi, jangan membayangkan bahwa mereka akan segera mengetahui segala-galanya. Mereka akan segera memahami firman Allah SWT, ”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar adanya. Apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Fushshilat 53)

Kalau kita membuka Al-Qur’an maka setelah surat al Fatihah adalah surat al Baqarah. Surat al Baqarah dimulai dengan,”Alif lam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka…”

Di sini ditegaskan bahwa ciri orang yang bertaqwa yang pertama adalah iman kepada yang ghaib. Iman kepada yang tidak nampak di mata, seperti keberadaan Allah, malaikat, jin, setan dan lain-lain. Yang tidak nampak di mata bukan berarti tidak ada. Banyak hal di dunia ini yang mata tidak bisa melihatnya tapi kita percaya, seperti adanya ‘oksigen’, semangat, ruh dan lain-lain.

Mata kita terbatas. Ia tidak bisa melihat dalam kegelapan. Beberapa binatang, makhluk Allah yang lain, bisa melihat dalam gelap. Mata kita juga kalah dengan mata elang ketajamannya.

Keyakinan adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta ini adalah keyakinan yang mendasar. Bila manusia tidak percaya adanya Tuhan, hidupnya akan kacau. Ia tidak tahu baik dan buruk. Hidupnya hanya menuruti akal dan nafsu belaka. Maka ia bisa membunuh, berzina, korupsi dan lain-lain, asal tidak diketahui manusia lain. Ia takut kepada manusia, tapi tidak takut kepada Tuhan. Hal ini menyebabkan sifat munafik yang ada pada dirinya.

Lihatlah kelakuan pemimpin pemimpin komunis di China dan Rusia yang telah membunuh jutaan manusia tanpa bersalah. Begitu juga pemimpin di Amerika dan Israel karena keyakinan Tuhannya salah, juga telah membunuh jutaan orang.

Bila kita cermati, maka hanya Tuhan orang Islam yang benar. Tuhan agama-agama lain hanya rekaan belaka. Agama selain Islam menyembah makhluk (ciptaan) bukan Khaliq (Pencipta). Ada yang menyembah patung, menyembah Nabi, menyembah matahari dan lain-lain.

Al-Qur’an menyatakan,

اَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلْمٍ وَّخَتَمَ عَلٰى سَمْعِهٖ وَقَلْبِهٖ وَجَعَلَ عَلٰى بَصَرِهٖ غِشٰوَةًۗ فَمَنْ يَّهْدِيْهِ مِنْۢ بَعْدِ اللّٰهِ ۗ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapa yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?) Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. al Jaatsiyah 23)

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka peringatan (Al-Qur’an) mereka tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.” (QS. al Mukminuun 71)

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al Kahfi 28)

Kalimat berikutnya setelah beriman kepada ghaib, adalah menegakkan shalat. Maknanya bersungguh-sungguh dalam menjalan shalat. Ia berusaha sungguh-sungguh memahami makna-makna doa dan ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Bila ia telah sungguh-sungguh (khusyu’) menjalankan shalat, maka tidak mungkin ia akan melakukan perbuatan keji dan mungkar. Ia tidak akan berzina, tidak akan membunuh sembarangan, tidak akan mencuri/korupsi, tidak akan meneguk minuman keras. Tidak akan melakukan dosa-dosa besar.

Al-Qur’an mengingatkan,

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al Ankabut 45)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an Nuur 21)

Shalat adalah ajaran yang sangat penting dalam Islam. Perintah shalat tidak datang lewat malaikat Jibril, tapi langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw ketika Isra’ Mi’raj. Rasulullah Saw menyatakan bahwa beda Muslim dan kafir adalah shalat.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik ia benar-benar telah beruntung dan sukses. Dan jika shalatnya rusak benar-benar telah celaka dan merugi.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)

“(Batas) antara hamba dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).

“Ikatan antara mereka dan kita adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya makai a telah kafir.” (HR Tirmidzi dan Nasa’i).

Begitu pentingnya shalat ini, orang yang sakit atau bepergian pun diwajibkan shalat. Bila seseorang tidak bisa berdiri, maka boleh dilakukan dengan duduk. Tidak bisa duduk, bisa dilakukan dengan berbaring. Untuk orang yang musafir (bepergian) maka diberi keringanan untuk melakukan jama’ dan qashar.

Dalam sebuah hadits dikatakan, bahwa shalat adalah mi’rajnya orang mukmin. Yakni, ketika shalat itu terjadi hubungan dekat dengan Tuhan (Allah). Orang yang shalat akan merasakan kedekatan itu dan menumbuhkan rasa bahagia dalam hati.

Para penjahat atau kriminal itu, cara yang paling efektif menghentikannya adalah dengan shalat. Dengan shalat, maka penjahat itu akan sadar bahwa perbuatannya ada Tuhan yang mengawasi. Perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Dengan shalat, maka jiwanya akan tenang dan akan terdorong untuk berbuat kebaikan serta meninggalkan kejahatan.

Kalimat berikutnya dalam surat al Baqarah ayat 3 itu adalah “dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” Bila shalat mendorong orang untuk dekat kepada Penciptanya, maka infak atau zakat mendorong orang untuk dekat kepada orang lain atau masyarakatnya.

Orang yang sering berinfak, akan disenangi orang lain. Fitrah manusia menyukai orang yang dermawan dan benci kepada orang yang bakhil. Kehidupan Nabi Muhammad Saw adalah kehidupan seorang yang sangat dermawan. Rasul tidak pernah menolak bila orang minta bantuan kepada beliau. Kalau Rasul tidak punya ketika diminta, maka ia menyuruh sahabatnya untuk memberinya.

Infak atau zakat mendorong masyarakat untuk saling tolong menolong. Yang kaya membagikan hartanya kepada yang miskin. Yang miskin memberikan tenaganya ‘untuk membantu orang kaya’. Tumbuh saling menyayangi di masyarakat bila infak dan zakat (dan wakaf) itu dibudayakan.

Bila dasar ekonomi Islam adalah infak, zakat dan wakaf, maka dasar ekonomi Barat adalah riba dan pajak. Ekonomi Islam dilandasi dengan perilaku ikhlas atau sukarela. Sedang ekonomi barat dilandasi oleh keterpaksaan atau pemaksaan.

Riba mengakibatkan yang miskin semakin miskin dan ‘yang kaya semakin kaya.’ Riba tidak dikenal dalam Islam. Orang yang meminjamkan uang dilarang meminta tambahan kepada orang meminjam. Tapi kalau peminjam sukarela memberi uang tambahan tidak dilarang.

Pajak memang ‘pernah ada’ dalam pemerintahan Islam, tapi sifatnya temporer dan dikhususkan pada orang-orang kaya saja. Tidak seperti pemerintah sekarang, yang ‘terus menerus’ menerapkan pajak tinggi baik kepada orang miskin atau kaya.

Infak, zakat dan wakaf ini mendorong seseorang untuk menjadi dermawan dan tidak rakus/tamak kepada harta. Permasalahan di tanah air saat ini adalah kerakusan yang merajalela dimana-mana. Uang rakyat kebanyakan hanya dinikmati para pejabat saja. Rakyat hanya menikmati remah-remahnya. (Lihat: Kemakmuran Indonesia dan Dunia, Mungkinkah?)

Jadi perdamaian dan kemakmuran Indonesia dan dunia bukanlah hal yang mustahil. Renungkanlah ayat Al-Qur’an di bawah ini,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. an Nuur 55)

Wallahu azizun hakim.

 

Facebook Comments Box
Open chat
Halo 👋
Mau Hubungi RASTRA.NEWS?